Squid Game (2021) adalah sebuah fenomena global. Seri asal Korea Selatan ini, bersama Lupin (2021) dan Money Heist (2017), menjadi salah satu seri berbahasa non-Inggris yang sukses di Netflix. Setelah tayang perdana pada bulan September, Squid Game dengan cepat menjadi acara terpopuler Netflix, dan bertahan selama berminggu-minggu. Seri ini memiliki jutaan penggemar di seluruh dunia, dan menimbulkan kehebohan online. Ceritanya dibicarakan oleh banyak orang, potongan gambarnya dijadikan meme, permainan yang ada di dalamnya pun dimainkan atau ditiru.
Squid Game menurut sutradara dan penulisnya, Hwang Dong-hyuk, adalah sebuah, “... alegori atau fabel tentang masyarakat kapitalis modern”. Seri ini menceritakan sekelompok orang susah yang bertanding dalam serangkaian permainan anak-anak yang mematikan untuk memenangkan hadiah uang dalam jumlah sangat besar yang dapat mengubah hidup.
Tokoh utama Squid Game adalah Seong Gi-hun (Lee Jung-jae). Gi-hun memiliki banyak hutang, gagal dalam pernikahan, ayah yang tidak bertanggung jawab, dan menjadi beban untuk ibunya yang tua dan sakit. Di usia hampir 50 tahun, ia adalah bocah tua nakal, yang percaya nasibnya akan berubah melalui judi.
Pada suatu hari, Gi-hun didekati oleh seorang pria berpakaian necis di peron kereta bawah tanah, dan mengajaknya melakukan suatu permainan dengan taruhan. Jika menang, ia akan diberi uang. Jika kalah, ia akan ditampar. Setelah bermain, pria berpakaian necis itu memberinya kartu undangan untuk mengikuti permainan yang lebih besar.
Sepakat mengikuti permainan, Gi-hun dibawa ke lokasi terpencil yang tidak diketahui, sebuah asrama yang sangat besar. Di sana, ia bersama dengan 455 orang susah lainnya, yang juga sepakat untuk mengikuti permainan. Sebuah kompetisi yang terdiri dari enam permainan anak-anak. Permainan pemungkasnya adalah Squid Game, galasin ala Korea yang dimainkan di atas lapangan berbentuk cumi-cumi. Taruhan permainan ini sangat besar. Yang menang, pulang dengan uang yang sangat banyak. Yang kalah, mati.
Cerita Squid Game disusun di atas struktur yang sudah umum digunakan. Dari episode pertama, kita dapat menebak banyak hal yang terjadi di delapan episode berikutnya. Yang menang, protagonisnya. Tokoh-tokoh yang dekat dengan protagonis, selamat sampai babak-babak lanjut. Bahkan, seberapa jauh selamatnya pun sesuai dengan kedekatan si tokoh dengan protagonis.
Ceritanya pun gamblang, jelas dan mudah dimengerti. Kenapa permainan itu diadakan, kenapa seorang tokoh mau mengikuti permainan itu, dan sebagainya, diceritakan dengan jelas dan mudah dimengerti. Bahkan jika ada sesuatu yang perlu dijelaskan, seperti aturan permainan, akan ada tokoh yang menjelaskannya agar kita mengerti.
Penokohan Squid Game juga sederhana. Protagonis, dibalik banyak kelemahannya, adalah manusia yang murni baik, meyakini nilai ‘kemanusiaan di atas segalanya’. Antagonis, dalam hal ini Cho Sang-woo (Park Hae-soo), meyakini nilai yang berkebalikan 180 derajat dari protagonis ‘materi di atas segalanya’ bahkan kemanusiaan. Tokoh-tokoh lainnya berada di antara protagonis dan antagonis, dari yang mementingkan kemanusiaan daripada keuntungan materi, sampai yang mementingkan keuntungan materi dengan mengorbankan orang lain.
Squid Game memang seri yang sederhana, tetapi tetap menarik.
Cerita Squid Game yang strukturnya umum digunakan dan gamblang itu dalam. Seiring berjalannya seri, ceritanya menjadi semakin dalam. Cerita Squid Game itu dalam karena menyentuh perasaan-perasaan mendasar kita. Cemas akan masa depan yang tidak tentu, ingin mempunyai uang lebih banyak, juga berharap bisa keluar dari kesulitan hidup.
Demikian pula sisi horornya. Meski menampilkan banyak tubuh yang bergelimpangan, darah yang muncrat, bahkan jeroan, tetapi Squid Game tidak mengandalkan hal-hal tersebut untuk membuat kita takut. Seri ini lebih mengandalkan horor psikologis. Cemas akan ketidakmenentuan, ngeri berhadapan dengan kematian, dan tentu takut miskin.
Squid Game sebenarnya mengandung banyak hal yang khas Korea, di antaranya tentu saja permainan-permainannya, juga kisah pembelot Korea Utara, Kang Sae-byeok (Jung Hoyeon), yang mengikuti permainan agar mendapat uang untuk membawa ibunya ke Selatan. Namun, kedalaman ceritanya menyentuh perasaan mendasar banyak orang, sehingga seri ini dapat diterima secara global.
Tempo penyampaian cerita dan pemotongan per episode Squid Game juga sangat baik. Episode yang hampir satu jam tidak membosankan dan tidak terlalu penuh, memberi ruang untuk episode selanjutnya. Hal ini membuat Squid Game sangat adiktif, kita ingin menontonnya terus sampai selesai satu musim.
Di luar itu, Squid Game dengan cerita yang strukturnya umum digunakan dan gamblang hadir di tengah tren seri dengan penuh plot twist. Seri semacam Game of Thrones dan The Walking Dead. Seri yang di dalamnya kita menemukan tokoh yang dipikir akan memiliki peran penting ternyata mati beberapa adegan kemudian. Juga, cerita yang diduga akan membawa ke suatu titik ternyata membawa ke titik yang sama sekali tak diduga. Di tengah tren seperti ini, cerita yang strukturnya umum digunakan dan gamblang dalam Squid Game justru menjadi twist tersendiri. Jika kita sudah terbiasa dengan seri yang tokoh sentralnya mendadak mati, dan ceritanya tiba-tiba berbelok, seri yang tokoh utamanya benar-benar baik, selamat, dan menang jadi kejutan yang menyenangkan.
Hal lain yang membuat Squid Game menarik, tokoh-tokoh sentralnya, meski dengan penokohan sederhana, dieksplorasi dengan baik. Seiring berjalannya seri, lapisan karikatur tokoh-tokoh itu dikupas sampai kita menemukan manusia di dalamnya. Hal ini membuat kita peduli dengan mereka dan nasibnya. Contohnya adalah sang protagonis Gi-hun, dibalik seorang pengangguran, pecundang, yang berjudi dengan uang ibunya, ada manusia baik, yang tidak mau menggadaikan kemanusiaan demi apa pun.
Fokus pada karakter para tokoh ini memang disengaja, dalam sebuah wawancara dengan Variety, Hwang mengatakan, “Permainan yang ditampilkan sangat sederhana dan mudah dimengerti. Hal ini membuat pemirsa untuk fokus pada karakter, daripada terganggu karena mencoba mengerti aturan (permainan).”
Hal lain lagi yang membuat Squid Game menarik adalah estetikanya yang dramatis. Permainan ditampilkan seperti dunia di dalam video game. Semua bentuk dan ukurannya dilebih-lebihkan, sudutnya tajam seperti piksel, dan warnanya cerah. Sedangkan dunia tempat tinggal para tokoh digambarkan suram keabu-abuan. Estetika ini menimbulkan kesan, ketika para tokoh meninggalkan kesehariannya untuk mengikuti permainan, mereka pindah dunia, dari dunia orang dewasa yang kelam ke dunia anak-anak yang lebih murni.
Jadi, Squid Game itu sederhana. Struktur ceritanya sudah umum digunakan. Kita bisa menebak banyak hal dalam seri ini. Ceritanya gamblang, jelas dan mudah dimengerti. Ditambah lagi dengan adanya dialog-dialog penjelas. Penokohannya sederhana. Protagonisnya baik murni, antagonisnya berkebalikan 180 derajat dari protagonis.
Namun, seri sederhana ini menarik. Cerita yang strukturnya umum digunakan dan gamblang itu dalam, menyentuh perasaan-perasaan mendasar kita. Tempo penyampaian cerita dan pemotongan per episodenya sangat baik, membuat kita ingin menontonnya terus sampai selesai satu musim. Ditambah, seri yang strukturnya umum digunakan dan ceritanya gamblang ini hadir di tengah tren seri penuh plot twist. Sehingga keumuman dan kegamblangannya justru menjadi twist tersendiri. Tokoh-tokoh sentralnya juga dieksplorasi dengan baik, membuat kita peduli dengan mereka dan nasibnya. Serta, estetikanya dramatis, mendukung cerita yang ingin disampaikan.