Jumat, 20 Mei 2022

Kelemahan Squid Game

Pesan moral yang ingin disampaikan Squid Game (2021) adalah: Kebaikan, meski melalui jalan berliku dan terjal, pada akhirnya akan mengatasi semuanya. Dalam seri ini, pesan itu ditampilkan dengan, orang baik dapat memenangkan suatu pertandingan hidup mati, injak bawah, sikut kiri kanan, dengan hanya satu orang pemenang.

Namun, pesan itu diganggu oleh satu bagian dalam Squid Game, yaitu bagian permainan kelereng. Dalam permainan kelereng, setiap peserta memilih pasangan bermain, dan diberi sejumlah kelereng. Setiap pasangan bebas menentukan permainan kelereng yang akan dimainkan. Peserta yang bisa mengambil semua kelereng pasangannya, lolos ke babak berikutnya. Sedangkan peserta yang kelerengnya diambil semua oleh pasangannya, dieksekusi oleh penjaga.

Diceritakan, Seong Gi-hun (Lee Jung-jae) sang protagonis berpasangan dengan kakek Oh Il-nam (Oh Yeong-su) pemain nomor 001. Dalam permainan, si kakek menunjukkan gejala pikun. Entah karena ingin menang atau takut mati, Gi-hun memanfaatkan kepikunan si kakek untuk memenangkan permainan. Gi-hun pun lolos ke babak berikutnya, dan mendengar si kakek dieksekusi. Ternyata, diceritakan pada akhir musim, kakek Il-nam masih hidup dan tidak pikun. Berarti, dalam permainan kelereng, ia hanya pura-pura pikun dan mengalah, agar Gi-hun lolos ke babak berikutnya.

Bagaimana bagian permainan kelereng ini mengganggu pesan moral yang ingin disampaikan. Diceritakan, di balik segala kelemahannya, Gi-hun itu pada dasarnya baik, tidak mau menggadaikan kemanusiaannya untuk apa pun. Bahkan di bagian klimaks seri ini, ia tetap tidak mau mengorbankan orang lain, orang yang sudah terbukti jahat, walau tindakan itu mempertaruhkan kemenangannya yang sudah di depan mata. Bagian permainan kelereng menunjukkan, orang baik itu mencurangi kakek renta dengan memanfaatkan kelemahannya, setidaknya agar ia selamat. Artinya, baiknya Gi-hun tidak semurni yang diceritakan sepanjang seri.

Kemudian diceritakan, si kakek masih hidup dan tidak pikun. Apa itu artinya Gi-hun tidak bersalah, dan kemurnian baiknya masih terjaga. Tidak juga. Di waktu permainan, ia tahunya si kakek pikun. Atas dasar pengetahuannya itu - juga berbagai tekanan - ia memutuskan untuk berbuat curang pada si kakek.

Tidak mengembalikan kemurnian baiknya Gi-hun, si kakek masih hidup dan tidak pikun malah mendatangkan gangguan lain untuk pesan moral yang ingin disampaikan. Dalam permainan kelereng, si kakek ternyata hanya pura-pura pikun, dan mengalah agar Gi-hun lolos. Jika si kakek tidak mengalah, Gi-hun belum tentu lolos, dan nantinya keluar sebagai pemenang Squid Game. Jika protagonis yang berhati baik belum tentu selamat dari kondisi ekstrem permainan winner takes all dengan taruhan nyawa, berarti pesan moral seri ini bukan kebaikan pada akhirnya akan mengatasi semuanya. Jika pesan moralnya bukan itu, lantas cerita di bagian klimaks bahwa Gi-hun mau melepaskan kemenangan yang sudah di depan mata agar tidak mengorbankan orang lain, untuk apa disampaikan?

Rabu, 18 Mei 2022

Tokoh Utama Squid Game

Sebelumnya sudah diutarakan hal-hal yang menarik dari Squid Game (2021) sebagai sebuah seri, saya sekarang ingin membicarakan satu bagian yang menarik dari seri itu. Bagian yang menarik itu adalah, kelemahan Seong Gi-hun (Lee Jung-jae) sang protagonis, gila judi.

Sejak awal seri sudah diceritakan hidup Gi-hun berkutat soal judi, taruhan, dan masalah yang dibawanya. Ia ikut judi pacuan kuda, menggunakan uang yang diambil dari ibunya. Kemudian, ia dikejar-kejar penagih, karena memiliki hutang yang besar. Kemungkinan ia menggunakan uangnya untuk berjudi juga. Selanjutnya, ia bukannya membeli hadiah untuk anaknya yang berulang tahun, dengan uang pemberian ibunya, malah menggunakannya untuk bermain permainan mengambil hadiah menggunakan capit, yang lagi-lagi berbau judi. Setelah mengalami hari yang buruk, ia masih mau diajak taruhan oleh orang yang tak dikenalnya. Hal yang membawanya ke permainan Squid Game.

Di akhir seri, setelah melalui rangkaian permainan yang taruhannya nyawa, tidak kapok, Gi-hun masih mau diajak taruhan, kali ini oleh si kakek pemain nomor 001. Tidak selesai sampai di situ, setelah memanfaatkan uang hadiah permainan untuk berbagai keperluan, ia tidak jadi menjemput anaknya dan hidup bersamanya, sesuai rencana awal. Ia malah tampak mau ikut Squid Game lagi, atau membongkar penyelenggaraan permainan itu. Yang berarti, ia mempertaruhkan kebahagiaannya dan anaknya. Seri ini pun berakhir.

Jika Squid Game berakhir di sini, tidak ada musim-musim berikutnya, ending-nya cukup memuaskan. Pertama, karena seri ini memberi ending gantung, yang terbuka untuk interpretasi. Gi-hun selanjutnya mau melakukan apa, mau ikut Squid Game lagi, mau menyetop penyelenggaraan permainan itu, terserah penonton saja. Kedua, karena ending ini memberi kompleksitas pada tokoh utama yang relatif sederhana. Tokoh yang pada dasarnya baik, menjunjung kemanusiaan di atas segalanya, ternyata memiliki kegilaan akan judi. Kegilaan yang membuat si tokoh mempertaruhkan, jangankan kemanusiaan secara umum, bahkan kebahagiaan dirinya dan anaknya sendiri. Hal ini akan menjadikan Gi-hun seperti tokoh-tokoh kepahlawanan klasik dengan kelemahan fatal, seperti Yudistira dan permainan dadunya dalam epos Mahabharata, atau Achilles dan tumitnya dalam mitologi Yunani.

Seperti permainan Squid Game yang akan terus diselenggarakan selama masih ada orang kaya yang mau membayar untuk menikmatinya, demikian pula seri Squid Game akan terus dilanjutkan selama masih banyak orang mau berlangganan Netflix untuk menontonnya. Rencana musim kedua pun sudah diumumkan. Kita nantikan saja, apakah musim-musim berikutnya membuat Squid Game lebih bagus, atau justru merusaknya. Kalau hanya untuk mengejar keuntungan sih biasanya yang kedua.

Senin, 16 Mei 2022

Tentang Squid Game

Squid Game (2021) adalah sebuah fenomena global. Seri asal Korea Selatan ini, bersama Lupin (2021) dan Money Heist (2017), menjadi salah satu seri berbahasa non-Inggris yang sukses di Netflix. Setelah tayang perdana pada bulan September, Squid Game dengan cepat menjadi acara terpopuler Netflix, dan bertahan selama berminggu-minggu. Seri ini memiliki jutaan penggemar di seluruh dunia, dan menimbulkan kehebohan online. Ceritanya dibicarakan oleh banyak orang, potongan gambarnya dijadikan meme, permainan yang ada di dalamnya pun dimainkan atau ditiru.

Squid Game menurut sutradara dan penulisnya, Hwang Dong-hyuk, adalah sebuah, “... alegori atau fabel tentang masyarakat kapitalis modern”. Seri ini menceritakan sekelompok orang susah yang bertanding dalam serangkaian permainan anak-anak yang mematikan untuk memenangkan hadiah uang dalam jumlah sangat besar yang dapat mengubah hidup.

Tokoh utama Squid Game adalah Seong Gi-hun (Lee Jung-jae). Gi-hun memiliki banyak hutang, gagal dalam pernikahan, ayah yang tidak bertanggung jawab, dan menjadi beban untuk ibunya yang tua dan sakit. Di usia hampir 50 tahun, ia adalah bocah tua nakal, yang percaya nasibnya akan berubah melalui judi.

Pada suatu hari, Gi-hun didekati oleh seorang pria berpakaian necis di peron kereta bawah tanah, dan mengajaknya melakukan suatu permainan dengan taruhan. Jika menang, ia akan diberi uang. Jika kalah, ia akan ditampar. Setelah bermain, pria berpakaian necis itu memberinya kartu undangan untuk mengikuti permainan yang lebih besar.

Sepakat mengikuti permainan, Gi-hun dibawa ke lokasi terpencil yang tidak diketahui, sebuah asrama yang sangat besar. Di sana, ia bersama dengan 455 orang susah lainnya, yang juga sepakat untuk mengikuti permainan. Sebuah kompetisi yang terdiri dari enam permainan anak-anak. Permainan pemungkasnya adalah Squid Game, galasin ala Korea yang dimainkan di atas lapangan berbentuk cumi-cumi. Taruhan permainan ini sangat besar. Yang menang, pulang dengan uang yang sangat banyak. Yang kalah, mati.

Cerita Squid Game disusun di atas struktur yang sudah umum digunakan. Dari episode pertama, kita dapat menebak banyak hal yang terjadi di delapan episode berikutnya. Yang menang, protagonisnya. Tokoh-tokoh yang dekat dengan protagonis, selamat sampai babak-babak lanjut. Bahkan, seberapa jauh selamatnya pun sesuai dengan kedekatan si tokoh dengan protagonis.

Ceritanya pun gamblang, jelas dan mudah dimengerti. Kenapa permainan itu diadakan, kenapa seorang tokoh mau mengikuti permainan itu, dan sebagainya, diceritakan dengan jelas dan mudah dimengerti. Bahkan jika ada sesuatu yang perlu dijelaskan, seperti aturan permainan, akan ada tokoh yang menjelaskannya agar kita mengerti.

Penokohan Squid Game juga sederhana. Protagonis, dibalik banyak kelemahannya, adalah manusia yang murni baik, meyakini nilai ‘kemanusiaan di atas segalanya’. Antagonis, dalam hal ini Cho Sang-woo (Park Hae-soo), meyakini nilai yang berkebalikan 180 derajat dari protagonis ‘materi di atas segalanya’ bahkan kemanusiaan. Tokoh-tokoh lainnya berada di antara protagonis dan antagonis, dari yang mementingkan kemanusiaan daripada keuntungan materi, sampai yang mementingkan keuntungan materi dengan mengorbankan orang lain.

Squid Game memang seri yang sederhana, tetapi tetap menarik.

Cerita Squid Game yang strukturnya umum digunakan dan gamblang itu dalam. Seiring berjalannya seri, ceritanya menjadi semakin dalam. Cerita Squid Game itu dalam karena menyentuh perasaan-perasaan mendasar kita. Cemas akan masa depan yang tidak tentu, ingin mempunyai uang lebih banyak, juga berharap bisa keluar dari kesulitan hidup.

Demikian pula sisi horornya. Meski menampilkan banyak tubuh yang bergelimpangan, darah yang muncrat, bahkan jeroan, tetapi Squid Game tidak mengandalkan hal-hal tersebut untuk membuat kita takut. Seri ini lebih mengandalkan horor psikologis. Cemas akan ketidakmenentuan, ngeri berhadapan dengan kematian, dan tentu takut miskin.

Squid Game sebenarnya mengandung banyak hal yang khas Korea, di antaranya tentu saja permainan-permainannya, juga kisah pembelot Korea Utara, Kang Sae-byeok (Jung Hoyeon), yang mengikuti permainan agar mendapat uang untuk membawa ibunya ke Selatan. Namun, kedalaman ceritanya menyentuh perasaan mendasar banyak orang, sehingga seri ini dapat diterima secara global.

Tempo penyampaian cerita dan pemotongan per episode Squid Game juga sangat baik. Episode yang hampir satu jam tidak membosankan dan tidak terlalu penuh, memberi ruang untuk episode selanjutnya. Hal ini membuat Squid Game sangat adiktif, kita ingin menontonnya terus sampai selesai satu musim.

Di luar itu, Squid Game dengan cerita yang strukturnya umum digunakan dan gamblang hadir di tengah tren seri dengan penuh plot twist. Seri semacam Game of Thrones dan The Walking Dead. Seri yang di dalamnya kita menemukan tokoh yang dipikir akan memiliki peran penting ternyata mati beberapa adegan kemudian. Juga, cerita yang diduga akan membawa ke suatu titik ternyata membawa ke titik yang sama sekali tak diduga. Di tengah tren seperti ini, cerita yang strukturnya umum digunakan dan gamblang dalam Squid Game justru menjadi twist tersendiri. Jika kita sudah terbiasa dengan seri yang tokoh sentralnya mendadak mati, dan ceritanya tiba-tiba berbelok, seri yang tokoh utamanya benar-benar baik, selamat, dan menang jadi kejutan yang menyenangkan.

Hal lain yang membuat Squid Game menarik, tokoh-tokoh sentralnya, meski dengan penokohan sederhana, dieksplorasi dengan baik. Seiring berjalannya seri, lapisan karikatur tokoh-tokoh itu dikupas sampai kita menemukan manusia di dalamnya. Hal ini membuat kita peduli dengan mereka dan nasibnya. Contohnya adalah sang protagonis Gi-hun, dibalik seorang pengangguran, pecundang, yang berjudi dengan uang ibunya, ada manusia baik, yang tidak mau menggadaikan kemanusiaan demi apa pun.

Fokus pada karakter para tokoh ini memang disengaja, dalam sebuah wawancara dengan Variety, Hwang mengatakan, “Permainan yang ditampilkan sangat sederhana dan mudah dimengerti. Hal ini membuat pemirsa untuk fokus pada karakter, daripada terganggu karena mencoba mengerti aturan (permainan).”

Hal lain lagi yang membuat Squid Game menarik adalah estetikanya yang dramatis. Permainan ditampilkan seperti dunia di dalam video game. Semua bentuk dan ukurannya dilebih-lebihkan, sudutnya tajam seperti piksel, dan warnanya cerah. Sedangkan dunia tempat tinggal para tokoh digambarkan suram keabu-abuan. Estetika ini menimbulkan kesan, ketika para tokoh meninggalkan kesehariannya untuk mengikuti permainan, mereka pindah dunia, dari dunia orang dewasa yang kelam ke dunia anak-anak yang lebih murni.

Jadi, Squid Game itu sederhana. Struktur ceritanya sudah umum digunakan. Kita bisa menebak banyak hal dalam seri ini. Ceritanya gamblang, jelas dan mudah dimengerti. Ditambah lagi dengan adanya dialog-dialog penjelas. Penokohannya sederhana. Protagonisnya baik murni, antagonisnya berkebalikan 180 derajat dari protagonis.

Namun, seri sederhana ini menarik. Cerita yang strukturnya umum digunakan dan gamblang itu dalam, menyentuh perasaan-perasaan mendasar kita. Tempo penyampaian cerita dan pemotongan per episodenya sangat baik, membuat kita ingin menontonnya terus sampai selesai satu musim. Ditambah, seri yang strukturnya umum digunakan dan ceritanya gamblang ini hadir di tengah tren seri penuh plot twist. Sehingga keumuman dan kegamblangannya justru menjadi twist tersendiri. Tokoh-tokoh sentralnya juga dieksplorasi dengan baik, membuat kita peduli dengan mereka dan nasibnya. Serta, estetikanya dramatis, mendukung cerita yang ingin disampaikan.