Tentang film The Current War: Director's Cut (2017)
The Current War: Director's Cut (2017) adalah film tentang persaingan yang berhubungan dengan arus listrik di Amerika Serikat pada akhir abad ke-19. The Current War itu film yang indah, dipenuhi dengan visual yang mengesankan. Para bintang memainkan perannya dengan cemerlang. Kostum, tata rias, dan interior mewah yang tampak di layar pun memanjakan mata.
Namun, jika berharap menyaksikan kegigihan dua orang penemu dalam upayanya menemukan sistem listrik terbaik, anda akan kecewa. Memang dalam film ini ada dua penemu besar, Edison dan Tesla. Memang film ini membicarakan sistem listrik yang waktu itu bersaing, arus searah (direct current/DC) dan arus bolak-balik (alternating current/AC). Akan tetapi, film ini bukan tentang persaingan Edison dan Tesla dalam menemukan dan mengembangkan sistem listrik terbaik.
The Current War adalah film tentang persaingan antara Thomas Alva Edison (Benedict Cumberbatch) dan George Westinghouse (Michael Shannon) sebagai pengusaha untuk mengaliri listrik di Amerika. Sebagai persaingan bisnis, persoalannya bukan menemukan dan mengembangkan sistem listrik terbaik, melainkan memenangkan tender untuk mengaliri listrik kota-kota di Amerika dengan teknologi yang dimiliki. Persoalannya bukan menjalani proses ilmiah yang penuh trial and error dengan gigih untuk mencapai hasil terbaik, melainkan memamerkan keunggulan teknologi pihak sendiri dan mengekspose kelemahan teknologi pihak lawan melalui konferensi pers dan demonstrasi teknologi.
Edison yang mempromosikan sistem listrik DC, tidak pernah mempertimbangkan sistem listrik AC sebagai sistem listrik yang lebih baik. Ketika Nikola Tesla (Nicholas Hoult) bekerja untuknya, Edison mengabaikan keinginannya untuk membangun pembangkit untuk sistem AC. Edison lebih memilih untuk menyebarluaskan keyakinannya bahwa sistem DC lebih aman, dan karenanya lebih baik, juga betapa berbahayanya sistem AC yang dipromosikan Westinghouse. Keyakinan Edison ini datang dari fakta, sistem AC beroperasi pada tegangan listrik yang jauh lebih tinggi daripada sistem DC. Mulanya, Edison hanya mengutarakan pendapatnya tersebut di depan banyak wartawan. Kemudian, ia mendemonstrasikan betapa berbahayanya sistem saingannya, dengan mengaliri seekor hewan dengan listrik AC sampai mati. Lebih jauh lagi, Edison merekomendasikan listrik AC sebagai alat eksekusi hukuman mati kepada negara bagian New York, untuk mendiskreditkan Westinghouse.
Sementara Westinghouse, disamping menghadapi serangan Edison, mesti menghadapi persoalan yang lebih mendasar. Sistem AC sebenarnya lebih unggul daripada DC, karena listriknya dapat ditransmisikan melalui jarak yang lebih jauh. Persoalannya, Westinghouse saat itu belum memiliki pembangkit untuk sistemnya. Persoalan baru dapat diatasi setelah ia membeli paten pembangkit yang dapat beroperasi menggunakan listrik AC, dan mempekerjakan penciptanya yaitu Tesla. Tesla berhasil menciptakan pembangkit untuk sistem listrik AC, dan Westinghouse dapat mengkomersialkannya.
Perang Arus pun berakhir. Westinghouse memenangkan tender penyedia listrik untuk pameran besar Chicago World’s Fair tahun 1893. Ditambah, perusahaannya mendapat kontrak untuk membangun pembangkit listrik tenaga air besar di Air Terjun Niagara. Sedangkan Edison, meski seorang penemu terkenal, dipaksa keluar dari perusahaannya sendiri. Ia pun tidak dapat mengikuti tender Chicago World’s Fair, yang menjadi incarannya.
Agaknya Alfonso Gomez-Rejon, sang sutradara, menyadari tema persaingan bisnis dan pembicaraan yang ada di dalamnya itu membosankan untuk sebuah film. Karenanya, ia memasukkan hal-hal tentang penemuan dan kegeniusan. Edison ditampilkan, meski bercela, sebagai penemu genius dengan berbagai keeksentrikannya. Tesla ditampilkan sebagai perwujudan dari kegairahan pada persoalan teoretis murni tentang listrik. Juga, pada bagian akhir film ditunjukkan, ada yang kurang dari kemenangan Westinghouse sang pengusaha, yaitu sensasi yang dialami seorang penemu ketika berhasil menemukan sesuatu. Westinghouse bertanya kepada Edison, “I only wondered what it felt like.” Ia melanjutkan, “The bulb. When you knew. What was the feeling in that moment?”
Meski sang sutradara berusaha menarik film ini menjadi film tentang penemuan dan kegeniusan, film ini tetaplah film tentang persaingan bisnis, karena fakta yang menjadi dasarnya pun memang demikian. Apa yang dapat kita terima dari film ini, yang disebut dengan Perang Arus tahun 1880-an hingga 90-an di Amerika itu sebenarnya adalah perang bisnis antara perusahaan listrik. Mungkin seperti persaingan bisnis yang lebih dekat waktunya dengan kita, antara Apple dan Microsoft untuk menguasai pasar personal computer (PC). Daripada The Current War, mungkin lebih tepat tetapi juga lebih tidak menarik, jika film ini diberi judul The Electricity Companies War.