Kamis, 17 Mei 2018

Good Old Tablet: Bagian 3

© Raimond Spekking / CC BY-SA 4.0 (via Wikimedia Commons)

Ketika mempersiapkan tablet Samsung Galaxy Tab 2 untuk digunakan kembali, saya berhadapan dengan beberapa kendala mendasar untuk membuat tablet itu lebih up to date. Sebuah perangkat elektronik lama tentu saja spec-nya sudah tertinggal dari yang baru. Tetapi biasanya ada cara mudah yang dapat kita lakukan untuk membuat perangkat lama itu lebih up to date.

Saya pernah menggunakan kembali sebuah laptop lama, dengan prosesor Core 2 Duo, memori RAM 2 GB, dan OS Windows Vista. Ketika akan digunakan kembali, laptop tersebut saya tambah memorinya 2 GB menjadi total 4 GB, dan OS-nya saya ganti dengan Linux Ubuntu. Ketika digunakan kembali, laptop itu memiliki memori RAM yang lebih memadai dan OS yang lebih modern dari sebelumnya.

Namun tidak demikian halnya dengan tablet, tidak ada cara yang mudah untuk membuat spec-nya lebih up to date. Di sisi hardware, untuk menambah memori dapat dikatakan hampir mustahil untuk dikerjakan oleh pengguna awam. Memori RAM tablet adalah IC (Integrated Circuit) yang disolder pada motherboard-nya. Untuk meng-upgrade memori tablet, kita pertama-tama harus menemukan memori yang lebih besar tetapi dengan ukuran yang sama dengan memori yang akan diganti, kemudian mempunyai kemampuan dan alat-alat untuk melepas memori yang lama dan memasang memori yang baru, dan selanjutnya masih perlu menguji apakah memori yang lebih besar itu diterima oleh firmware tablet kita. Singkatnya, meng-upgrade memori RAM sebuah tablet itu sulit dan membutuhkan kemampuan khusus.

Di sisi software, upgrade resmi OS datang dari pembuatnya, dalam hal ini Samsung. Untuk Galaxy Tab 2, Samsung memberikan upgrade dari Android Ice Cream Sandwich (4.0.3) ke Android Jelly Bean (4.1.2). Jika ingin meng-upgrade OS tablet kita ke Android versi yang lebih baru daripada Jelly Bean (4.1.2) misalnya Marshmallow (6.0), maka kita harus menggunakan custom ROM, yang meski dapat dilakukan tetapi lebih sulit daripada melakukan upgrade resmi dari pembuatnya. Dengan demikian, jika mempertimbangan kepraktisan dan kemudahannya, kita akan terpatri dengan memori bawaan dan upgrade terakhir OS dari pembuatnya.

Yang lebih mengkhawatirkan, perangkat elektronik trennya memang semakin sulit untuk di-upgrade - atau di-sevice - oleh penggunanya. Bukan hanya tablet, banyak laptop kini memiliki memori yang disolder ke motherboard-nya. Serta, untuk mendapatkan form factor yang lebih langsing, pembuatnya tidak menyediakan memory slot untuk menambah memori. Ditambah lagi, laptop - juga desktop - kini sudah menggunakan UEFI yang menggantikan BIOS, suatu perubahan yang sedikit menambah sulit jika kita ingin meng-install OS alternatif seperti OS-OS berbasis Linux.

Ujung-ujungnya, karena sulit di-upgrade, kita menggunakan suatu perangkat sampai spec-nya dirasa sudah kurang memadai, kemudian membeli perangkat yang baru untuk menggantikannya. Dengan demikian, kita sudah merosot, dari orang yang dapat membangun perangkat sesuai kebutuhannya, menjadi orang yang hanya memakai perangkat yang disajikan kepadanya. Dari seorang customer, menjadi sekadar consumer.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar