Ketika mempersiapkan tablet Samsung Galaxy Tab 2 untuk digunakan kembali,
saya berhadapan dengan beberapa kendala mendasar untuk membuat tablet itu lebih
up to date. Sebuah perangkat elektronik lama tentu saja spec-nya sudah tertinggal
dari yang baru. Tetapi biasanya ada cara mudah yang dapat kita lakukan untuk
membuat perangkat lama itu lebih up to date.
Saya pernah menggunakan kembali sebuah laptop lama, dengan prosesor Core 2
Duo, memori RAM 2 GB, dan OS Windows Vista. Ketika akan digunakan kembali,
laptop tersebut saya tambah memorinya 2 GB menjadi total 4 GB, dan OS-nya saya
ganti dengan Linux Ubuntu. Ketika digunakan kembali, laptop itu memiliki memori
RAM yang lebih memadai dan OS yang lebih modern dari sebelumnya.
Namun tidak demikian halnya dengan tablet, tidak ada cara yang mudah untuk
membuat spec-nya lebih up to date. Di sisi hardware, untuk menambah memori
dapat dikatakan hampir mustahil untuk dikerjakan oleh pengguna awam. Memori RAM
tablet adalah IC (Integrated Circuit) yang disolder pada motherboard-nya. Untuk
meng-upgrade memori tablet, kita pertama-tama harus menemukan memori yang lebih
besar tetapi dengan ukuran yang sama dengan memori yang akan diganti, kemudian
mempunyai kemampuan dan alat-alat untuk melepas memori yang lama dan memasang
memori yang baru, dan selanjutnya masih perlu menguji apakah memori yang lebih
besar itu diterima oleh firmware tablet kita. Singkatnya, meng-upgrade memori
RAM sebuah tablet itu sulit dan membutuhkan kemampuan khusus.
Di sisi software, upgrade resmi OS datang dari pembuatnya, dalam hal ini
Samsung. Untuk Galaxy Tab 2, Samsung memberikan upgrade dari Android Ice Cream
Sandwich (4.0.3) ke Android Jelly Bean (4.1.2). Jika ingin meng-upgrade OS
tablet kita ke Android versi yang lebih baru daripada Jelly Bean (4.1.2)
misalnya Marshmallow (6.0), maka kita harus menggunakan custom ROM, yang meski
dapat dilakukan tetapi lebih sulit daripada melakukan upgrade resmi dari
pembuatnya. Dengan demikian, jika mempertimbangan kepraktisan dan kemudahannya,
kita akan terpatri dengan memori bawaan dan upgrade terakhir OS dari
pembuatnya.
Yang lebih mengkhawatirkan, perangkat elektronik trennya memang semakin
sulit untuk di-upgrade - atau di-sevice - oleh penggunanya. Bukan hanya tablet,
banyak laptop kini memiliki memori yang disolder ke motherboard-nya. Serta,
untuk mendapatkan form factor yang lebih langsing, pembuatnya tidak menyediakan
memory slot untuk menambah memori. Ditambah lagi, laptop - juga desktop - kini
sudah menggunakan UEFI yang menggantikan BIOS, suatu perubahan yang sedikit
menambah sulit jika kita ingin meng-install OS alternatif seperti OS-OS
berbasis Linux.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar